Negeri Satwa sedang dilanda kebingungan. Hujan yang tak turun sejak bulan lalu dan diperparah dengan kerusakan hutan membuat negeri itu kekurangan air bersih. Hewan-hewan yang menjadi penduduk negeri itu pun menderita karenanya. Banyak hewan yang sakit perut karena terpaksa minum air yang kotor. Mereka pun tidak bisa mandi dengan bersih karena air yang tercemar. Sayangnya, pemerintah Negeri Satwa tidak bisa berbuat apa-apa akan hal ini.
Maka, pada hari ketujuh setelah bencana itu terjadi, penduduk Negeri Satwa berbondong-bondong berdemo di depan istana Raja Leo si singa hutan, menuntut agar bencana ini segera ditangani. Mereka membawa spanduk bertuliskan "KAMI BUTUH AIR BERSIH!", "SELAMATKAN PERSEDIAAN AIR BERSIH DI NEGERI SATWA" dan berbagai macam spanduk lainnya. Selain itu, mereka juga berteriak-teriak di depan istana Raja Leo. Jajang, si jangkrik yang kecil namun suaranya lantang, dan Wolfie, si serigala yang pandai melolong, pun berorasi menuntut air bersih. Wah, Raja Leo dan para penghuni istana lainnya sampai pusing.
"Bagaimana, ini, Raja?" Ratu Cha-cha, si macan betina yang cantik, kebingungan melihat kondisi di depan istana yang kacau dan berisik.
Raja Leo berpikir keras. "Aku juga bingung... Coba suruh Pasukan Penjaga Kuma -sekumpulan beruang- mengamankan mereka dulu, baru aku......."
Belum selesai Raja Leo menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Meri si merpati pengantar pesan, terburu-buru terbang menuju Raja Leo.
"Raja Leo, ada pesan dari Mbah Owi!" Meri menyerahkan surat yang baru saja diantarnya kepada Raja Leo.
"Di saat segenting ini?!" agak kesal, Raja Leo membuka pesan dari Mbah Owi, burung hantu tua yang tinggal di pucuk pohon besar di sebelah utara. Hobinya membuat berbagai macam percobaan di dalam laboratoriumnya.
Bunyi surat itu singkat, padat, namun jelas.
"Aku sudah menemukan solusi untuk masalah air bersih ini. Tertanda, Mbah Owi."
Raja Leo tersenyum membaca pesan itu. Mbah Owi memang dijauhi oleh penduduk istana karena ia pendiam dan misterius, sehingga banyak yang mengira ia berkutat dengan ilmu hitam, padahal sebenarnya ia sangat cerdas. Jalan keluar menuju permasalahan ini telah terbuka.
"Meri, tolong sampaikan pada Mbah Owi agar ia segera kemari," perintah Raja Leo.
"Baik, Raja," Meri pun mengepakkan sayapnya dan segera melesat keluar istana.
***
"Selamat datang, Mbah Owi. Aku telah menerima suratmu yang mengatakan bahwa kau telah menemukan solusi untuk masalah air bersih di negeri ini. Sekarang, coba jelaskan," kata Raja Leo sesampainya Mbah Owi di istana. Mbah Owi mengangguk pelan, lalu mengeluarkan beberapa barang dari ransel yang dibawanya. Dua buah tabung plastik besar seukuran botol air mineral ukuran besar, arang, ijuk, batu kerikil besar, batu kerikil kecil, dan pasir.
"Untuk apa barang-barang itu?" Ratu Cha-cha yang ikut menyaksikan, keheranan.
"Saya ingin membuat penyaring air bersih," kata Mbah Owi.
"Bagaimana caranya?" tanya Raja Leo.
"Begini," Mbah Owi melubangi alas salah satu tabung plastik dengan menggunakan ujung cakarnya. Kemudian ia memasukkan berturut-turut ke tabung tersebut batu kerikil besar, batu kerikil kecil, pasir, arang, dan ijuk sebagai alat penyaring. Di bawah alat penyaring itu kemudian diletakkan tabung yang masih kosong. Setelah itu, secepat kilat ia terbang ke arah wastafel membawa tabung itu, diikuti oleh Raja Leo, Ratu Chacha, dan Meri yang sedang menyaksikan. Ia menyalakan wastafel itu, dan keluarlah air yang berwarna kecoklatan dan sangat keruh. Segera ia menampung air keruh itu di tabung yang telah berisi alat penyaring, dan dalam sekejap air yang sudah bening pun mengalir dari lubang yang telah dibuat. Semuanya takjub.
"I-ini bukan sihir, kan?" Meri terpana. Mbah Owi menggeleng sambil tersenyum, kemudian menjelaskan dengan singkat dan padat seperti biasanya. "Batu, pasir, arang, dan ijuk berfungsi sebagai penyaring kotoran pada air sehingga keluarlah air yang bersih setelah melewati penyaringan yang berlapis-lapis."
"Wah, hebat sekali, Mbah!" Raja Leo menepuk bahu Mbah Owi dengan kagum, "sederhana namun sangat bermanfaat untuk menolong negeri ini..."
Maka pada hari itu juga, Mbah Owi diminta Raja Leo mempraktekkan pembuatan alat penyaring air sederhana itu di depan rakyat Negeri Satwa. Rakyat pun menjadi takjub akan kemampuan Mbah Owi. Sejak saat itu, Mbah Owi diangkat sebagai penasehat Negeri Satwa, dan ia disegani oleh penduduk negeri.
Moral: Jangan melihat seseorang dari penampilan luarnya.
Referensi:
Materi "Alat penyaring air sederhana" dari pelajaran Kimia kelas 2 SMA.
Selasa, 29 Maret 2011
Untung ada Mbah Owi
Diposting oleh Shii di 05.20 3 komentar
Label: dongeng
Jumat, 18 Maret 2011
Kisah Moni dan Kawan-kawan
Halo, namaku Moni! Aku adalah monitor yang dipakai di rumah Ani, majikanku! Tugasku adalah menampilkan gambar di layarku! Kali ini aku akan memperkenalkan teman-temanku, pasukan komputer!
Di sampingku ada Supi si speaker cerewet yang bertugas mengeluarkan suara. Ada juga Kibi si keyboard, yang paling banyak tombolnya! Ada juga Mus Mouse yang bentuknya seperti tikus, hii... Agak jauh dari sana ada Purin Printer yang berfungsi untuk mencetak. Namun yang terpintar diantara kami semua adalah Sipi si CPU, ketua diantara kami. Ia yang mengatur tugas kami.
Aku dan kawan-kawanku tinggal di rumah Ani sejak tiga bulan yang lalu. Sebelumnya, aku diproduksi oleh penciptaku, para pekerja di pabrik, untuk kemudian dikirim menggunakan truk. Kemudian, aku tinggal di sebuah gudang penuh sesak bersama monitor-monitor lainnya. Sayang sekali kami tidak bisa berkenalan satu sama lain karena kami dibungkus oleh kardus yang amat sempit dan gelap. Akan tetapi, tiga bulan yang lalu, tibalah hari kebebasanku karena akhirnya aku dipindahkan ke toko! Ani dan ayahnya tertarik untuk membeliku bersama dengan Supi, Kibi, dan teman-teman baruku lainnya. Sejak saat itu, kami tinggal di rumah Ani.
Ani sangat senang ketika membawaku pulang. Ia mengeluarkanku dan teman-temanku dari kardus pembungkus yang menyesakkan itu, membuatku bernapas lega setelah sekian lama. Kemudian ia dan ayahnya menaruhku dan teman-temanku di sebuah meja dan diatur sedemikian rupa. Mereka pun tahu cara agar kami dapat berkomunikasi dengan ketua kami, Sipi, dengan cara menyambungkan kabel diantara kami.
Kami pun sudah siap menjalankan tugas kami. Ani tinggal menekan tombol yang terdapat di tubuhku dan Sipi, dan kami pun siap untuk melayani majikan kami, Ani!
Dengan mengoperasikan kami, kami dapat bermanfaat bagi majikan kami. Kami dapat membantu Ani membuat dokumen, mengakses Internet, mendengarkan musik, menonton video dan berbagai macam hal menarik lainnya.
Namun, ada kalanya juga aku atau teman-temanku kelelahan. Kadang, kalau kelelahan, layarku berubah menjadi putih semua, tidak bisa menampilkan apapun. Mus juga kadang-kadang ngadat dan tidak mau menjalankan tugasnya. Yang paling sering ngambek adalah si Purin. Kalau lagi ngambek, dia tidak mau mencetak dan hanya mengeluarkan kembali kertas yang sudah dimasukkan ke tubuhnya tanpa mencetak apapun.
Akan tetapi, di balik semua itu, kami sadar bahwa tugas kami adalah memberikan manfaat bagi Ani! Kami berusaha mengerjakan tugas kami masing-masing dengan maksimal, dan akan selalu berusaha membuat Ani bangga dengan kami! Bagaimana dengan kalian?
Diposting oleh Shii di 03.40 2 komentar
Label: dongeng
Eka dan Ponselnya
Nana, si kucing jalanan, sedang berjalan-jalan di kompleks seperti biasanya untuk mencari makanan. Waktu sedang asyik-asyiknya mengais tong sampah, tiba-tiba Nana ditimpa sesuatu yang asing. BUK!
Sambil memegang kepalanya yang pusing, Nana berusaha mencari tahu apa benda yang menimpanya itu. Ternyata itu benda asing yang baru pertama kali dia lihat! Bentuknya kotak dan ada layarnya, ada tombol-tombolnya juga. Hmm, benda apa ya, itu?
Nana menengok ke arah jalan, berusaha mencari pemilik benda ini. Hmm... tidak ada yang mencari-cari sesuatu, sepertinya. Di seberang sana hanya ada seorang anak yang sedang berjalan dengan tas sekolahnya bernyanyi-nyanyi kecil dengan riangnya. Kira-kira siapa ya pemilik benda ini?
"Nana, sedang apa?" tanya Kiki, sahabat Nana, seekor kucing yang sangat cantik dengan bulunya yang putih dan halus. Menurut ceritanya, dulu dia sempat tinggal di rumah orang kaya, namun dia kabur karena dia takut dengan orang-orang yang ada di salon kucing ("Mereka menarik-narik buluku! Digunting-gunting pula! Sakit!" katanya dulu), dan akhirnya terdampar sampai ke kompleks ini. Ia menatap benda asing yang sedang Nana pegang.
"Anu, Kiki, ini benda apa yah?" tanya Nana bingung.
"Aku pernah lihat yang seperti ini di rumah majikanku dulu!" teriak Kiki senang, "Ini namanya ponsel, Na!"
"Ponsel? Apa itu?"
"Kata orang-orang di rumah majikanku dulu, ini namanya ponsel! Mereka biasanya suka menempelkan ini di telinga mereka. Kadang mereka juga menekan-nekan tombol di benda ini, mengirimkan pesan buat orang lain."
"Wah, kamu tahu banyak, ya!"
"Iya, dong!" Kiki terlihat bangga, "Aku kan pernah tinggal di rumah orang kaya! Eh, ngomong-ngomong, kamu dapat ponsel ini darimana?"
"Aku juga ga tahu... Tadi aku lagi cari makanan, eh ga taunya benda ini nimpa aku..."
"Lho? Jangan-jangan ini ponsel orang yang jatuh, Na!"
"Tapi tadi di sana ga ada siapa-siapa, Ki... Adanya cuma anak kecil..."
"Mungkin ini ponsel milik anak kecil itu!" Kiki terlihat panik, "Kamu tahu kemana dia pergi?"
"Tadi aku lihat ke arah sana..." Nana menunjukkan arah perginya anak kecil itu dengan kaki depannya.
"Ayo kita cari pemilik ponsel ini, Na!" Kiki kemudian mengapit ponsel itu dengan mulutnya dan bersama Nana memulai petualangan mereka.
***
Sementara itu... di rumah Eka, si anak kecil itu...
"Makanya, yang benar kalau jaga barang!" marah Ibu.
"Tapi, tapi aku gak tahu kalau ponselku hilang, Bu..." isak Eka.
"Ponsel itu mahal! Kamu malah membuang-buangnya!"
"Beneran, Bu, ponselku mungkin jatuh di jalan?"
"Gak ada alasan! Ibu hukum kamu, ga dikasih uang jajan satu minggu!"
"Ibu.... Ibu jangan jahat gitu, dong, Bu!" Eka menatap sedih Ibu yang kembali ke dapur. Lalu Eka kembali mengorek-ngorek tasnya, berharap ponselnya ada di sana.
Kemana perginya ponsel Eka, ya?
***
Kembali ke cerita Kiki dan Nana. Sedang apa, ya, mereka?
"Sepadaaaa...." teriak Nana dan Kiki bersamaan di depan kandang Ino si anjing. Tak lama kemudian, keluarlah seekor anjing besar yang menyeramkan, yang mereka panggil Ino. Walaupun anjing besar dan seram, Ino sangat ramah kepada Kiki dan Nana karena mereka pernah menolong Ino waktu Ino jatuh ke sungai dan kakinya terluka.
"Eh, Nana, Kiki! Tumben kemari! Ada apa?" Ino memasang senyumnya yang paling ramah (namun tetap saja terlihat menyeramkan bagi kucing-kucing lainnya).
"Kami mau minta tolong, nih! Ada anak kecil yang sepertinya ponselnya jatuh," Nana menunjuk ponsel yang sedang dibawa Kiki.
"Eh? Benda itu mirip sekali dengan punya majikanku!" Ino terkejut.
"Majikanmu?"
"Iya, tapi sayangnya di sini tak ada anak kecil..."
"Yah," Nana dan Kiki tertunduk kecewa.
"Tapi jangan kuatir, aku akan membantu kalian. Kiki, ayo serahkan ponselnya padaku."
Kiki menyerahkan ponsel itu pada Ino dan Ino mengendusnya.
"Sepertinya aku tahu bau ini. Ayo, ikuti aku!" Ino berjalan di depan, diikuti Kiki dan Nana.
***
Eka tertunduk sedih di depan meja belajarnya. Baru kali ini ia kehilangan barang. Eka merasa sangat bersalah kepada ibunya yang sudah susah payah membelikan ponsel. Eka teringat, ia merengek pada Ibu agar dibelikan ponsel baru seperti teman-teman yang lainnya. Teman-temannya selalu membuatnya iri, karena bisa menelepon, berkirim SMS, mendengarkan musik, bahkan bermain Internet dengan benda mungil nan bermanfaat itu. Namun, justru sekarang ia menghilangkan sendiri ponsel itu.
Eka baru mulai tertidur karena kelelahan menangis ketika tiba-tiba ia mendengar suara kucing dan anjing yang cukup keras di depan rumahnya.
"Meong... Meong..."
"Guk! Guk!"
"Meong!"
Semakin lama suara itu semakin berisik saja, hingga akhirnya ibu Eka keluar dari dapur dan meminta Eka untuk mengusir kucing dan anjing itu.
"Eka, usir kucing dan anjing itu! Berisik sekali mereka!"
"Eh, iya, Bu!" Eka berlari ke halaman rumah, hendak mengusir anjing dan kucing itu. Tiba-tiba matanya tertuju pada benda yang diapit di mulut kucing yang berbulu putih halus. Tak salah lagi, itu ponselnya!
"Itu ponselku!" teriak Eka senang. Kiki meletakkan ponsel yang diapitnya ke lantai, dan diambil oleh Eka.
"Kalian mengantarkan ponselku ke sini? Terima kasih, ya!" mata Eka berbinar bahagia. Ia mengelus bulu Kiki dan menepuk-nepuk kepala Ino dan Nana.
***
"Bu, aku menemukan ponselku kembali!"
"Oh, ya? Dimana?"
"Diantarkan oleh kucing dan anjing!"
"Hah?" tampang Ibu terlihat tidak percaya.
Dalam hati Eka berterima kasih kepada kucing dan anjing itu, sekaligus berjanji untuk lebih menjaga ponselnya di kemudian hari.
Diposting oleh Shii di 03.38 1 komentar
Label: dongeng
Kamis, 17 Maret 2011
First Entry
Selamat datang di blog saya yang kesekian!
Shii tetaplah Shii, seperti Shii di blog-blog yang sebelumnya.
Hanya saja, di blog ini saya akan menerbitkan entri mengenai segala tulisan saya (cerpen, flashfic, etc.), baik untuk lomba, untuk buku, dan seterusnya.
Happy reading!!
Diposting oleh Shii di 00.51 0 komentar
Label: others
Langganan:
Postingan (Atom)